Perang Badar : FAktor Kemenangan dan Kekalahan dalam Perang

Perang Badar: Faktor Kemenangan dan Kekalahan dalam Perang

Resensi Rekaman Kajian Sirah Nabawi
Musholla Nurul Iman, 31 Oktober 2013

Bismillahirrahmanirrahim, sebagaimana Kisah Sirah Nabi pada minggu lalu, kita lanjutkan kembali dengan kajian sirah mengenai kisah Mu’jizat Rasul melempar pasir di Perang Badar. Perang Badar termasuk peristiwa yang sangat besar. Al-Imam Al-Muhaddist Al-Habib Muhammad bin ‘Alwi bin Abbas Almaliki –salah satu guru dari guru kita– berkata “Tidak ada satu kebaikan, keberkahan atau pun suatu hal yang pada akhirnya melahirkan suatu ibadah dan suatu anugerah Allah, kecuali hal tersebut merupakan keberkahan dari Perang Badar”. Sebagaimana yang tersirat dalam apa yang sabdakan oleh Rasul SAW “Ya Allah, jika Engkau kalahkan pasukan yang sedikit ini maka Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi ini”. Artinya kalau yang sedikit ini menang, maka akan banyak yang menyembah Allah. Dan sebaliknya kalau pasukan yang sedikit ini kalah maka tidak akan ada lagi yang menyembah di muka bumi ini.
Telah diceritakan bahwa Rasul SAW melempar segenggam debu (pasir) melalui perintah Malaikat Jibril as yang Subhanallah, tidak ada debu yang dilemparkan tersebut kecuali masuk ke setiap mata orang musyrik. Mereka kemudian bingung, kemasukan debu, kemudian lari tunggang langgang dan tahu-tahu mereka kalah. Dalam surat Al-Anfal 17 Allah berfirman “ Maka tidaklah kalian membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah pada hakekatnya yang membunuh mereka. Dan tidaklah engkau (Rasulullah SAW) melempar, akan tetapi Allah-lah yang melempar”. Ayat ini juga menjelaskan bahwa perbuatan para sahabat di-nafi-kan oleh Allah swt atau tidak dianggap (lam taqtuluuhum). dan ketika perbuatan tersebut dilakukan oleh Rasul, maka Allah menyebutkan tanpa me-nafi-kan perbuatan tersebut. Ini karena derajat Rasul SAW adalah derajat Tahqiq yakni ketika Rasul saw melemparkan, itu sesuai dengan kehendak dan izin Allah SWT. Begitu kena debu, para musyirikin pada bingung dan berputar-putar dan lari tunggang langgang. Karena tidak bisa melihat, malah ada orang musyrikin yang nyamperin sahabat tanpa dia sadari, akhirnya tinggal dibunuh aja. Ada juga yang lari tapi kemudian disabet oleh malaikat dan ada juga yang menjatuhkan senjatanya (menyerah) sehingga dijadikan tawanan, dsb. Orang-orang petinggi Quraisy terbunuh dan jagoan-jagoan mereka tertawan hanya karena debu saja. Jadi, itulah hakekat perang dalam Islam, semata-mata pasrah dan tunduk serta mengandalkan kekuasaan Allah SWT dengan berdoa dan bukan mengandalkan senjata. Hal ini sebagaimana Sabda Rasulullah saw “الدعاء سلاح المؤمن” yakni Doa itu adalah senjata bagi orang yg beriman. Kita Akan menang kita beriman dan Rajin Berdoa kpd Allah swt. Karena Doa itu adalah Password pembuka anugerah dan Rahmat Allah swt.
Sahabat pernah ditegur oleh Allah SWT (Pada Perang Hunain) sehingga sempat di awal putaran peperangan diberi kekalahan oleh Allah swt sebagai teguran dari Allah. Hal ini di sebabkan ketika hendak memasuki Mekkah, mereka para sahabat terkena bisikan syaitan dan menjadi ujub. Salah seorang Sahabat ada yg mengatakan bahwa mereka tidak akan kalah perang pada hari ini karena memiliki jumlah pasukan sebanyak, 12.000 orang. Kemudian para sahabat diberi pelajaran oleh Allah SWT yakni di saat Perang Hunain, sebanyak 11.900 orang kabur. Kenapa dengan jumlah sebesar itu bisa kalah dan kabur? Iya tidak lain Karena penyakit ujub. Kita harus tahu penyakit-penyakit hati, karena hal tersebut yang bisa membuat kita kalah perang dan berjuang di jalan Allah SWT. Jadi Allah hendak menyembuhkan penyakit hati tersebut sehingga para sahabat tidak lagi merasa takjub terhadap jumlah pasukan, senjata dan materi yg lain akan tetapi semata-mata mengandalkan keimanan, doa dan kepasrahan kpd Allah swt. Iya Penyakit hati itulah Faktor kekalahan kita. Karena dengan kita mengandalkan jumlah pasukan, materi dan kekuatan fisik berarti kita lupa akan kekuasaan Allah swt. Saat itulah kita jadi ujub dan seakan tidak lagi butuh kpd allah swt. Inilah yg banyak menimpa kpd Ummat Islam sehingga mereka kalah dalam peperangan kehidupan melawan syetan, orang kafir, dunia dan Nafsunya. Sehingga mereka tertawan oleh syetan, dunia dan Nafsunya sendiri.
Dalam satu riwayat, Rasul SAW ditempat komando, beliau berdoa “Allahummak fini Naufal bin Khuwailid: Ya Allah, cukupi aku dari Naufal bin Khuwailid”. Akhirnya, Sayyidina Jabbar bin Sakhr menawan Naufal bin Khuwailid ini. Sayyidina Jabbar kemudian bertemu dengan Sayyidina Ali, dan dibunuhlah Naufal bin Khuwailid oleh Sayyidina Ali. Rasul SAW kemudian bertanya “Siapa yang mengetahui kabar mengenai Naufal bin Khuwailid?” “Saya telah membunuhnya ya Rasul” jawab Sayyidina Ali. “Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengabulkan doa saya tentang urusan Naufal ini” Kata Rasul. Dalam Al-Quran dikatakan “Qulma ya ba’ubikum rabbi, laulaa du’aa ukum: Katakan ya Muhammad, Allah SWT tidak akan mengurus dan memperhatikan kalian kalau bukan karena kalian berdoa”. Jadi kalau kita tidak pernah berdoa, baca wirid, dzikir, shalawat, maka tidak bakal diperhatikan sama Allah SWT. Inilah yang membuat kita selamat dan merasa aman, yakni karena doa. Sebagian umat Islam, giliran bagian doa Maulid malah bubar. Kadang juga acara ceramah besar, belum ditutup doa, udah bubar duluan. Padahal doa adalah intinya ibadah. “Addu’a mukhul ibadah: Doa adalah intinya ibadah” (Imam Attirmidzi). Dalam riwayat lain “Addu’a huwal ibadah: Doa adalah bentuk penyembahan”. Inti perang juga bukan tentang latihan aja, tapi juga pinter berdoa memohon sama Allah SWT.
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga memberi komando dalam perang. Rasul SAW berkata “Aku mengetahui bahwa ada orang-orang dari Bani Hasyim dan orang-orang lain selain keturunan Bani Hasyim, mereka ikut perang karena terpaksa. Mereka tidak ada keinginan untuk membunuh kita. Mereka keluar perang Badar karena terpaksa”. Akhirnya dikeluarkan hukum “Kalau kalian ketemu salah seorang keturunan dari Bani Hasyim, jangan dibunuh”. Dari sini Subhanallah, berarti para sahabat ini mengenal siapa-siapa yang masuk dalam keturunan Bani Hasyim. Mungkin dulu, Wallahua’lam, ada bendera atau apa yang menunjukkan identitas tertentu. Dulu orang kafir kalau perang tidak pake seragam dan juga taktik perang. Kalau Rasul SAW sudah pakai taktik perang. Begitu juga dengan orang Yahudi. Tapi kalau orang Quraisy tidak pake. Yang mereka tahu cuma strategi duel 1 lawan 1. Selain memberi komando tentang Bani Hasyim, Rasul juga berkata jika bertemu dengan Abdul Bakhtari –yakni orang musyrik, tokoh terkenal yang membantu dan pro terhadap dakwah Rasul, tapi tidak masuk Islam– jangan dibunuh. Kenapa jangan dibunuh? Karena Abdul Bakhtari ini orang yang paling menahan, jangan sampai Rasul SAW dan para sahabat diganggu Quraisy. Jadi, semua omongan yang membela dakwah, dicatat oleh Allah swt, begitu juga sebaliknya. Dalam surat An-nisa dinyatakan bahwa sebagian orang munafik mengatakan: Oke, siap. Tapi ketika mereka telah keluar dari majelis Rasulullah, mereka begadang malem, kemudian berkomentar dan tidak sesuai dengan apa dikatakan sebelumnya. Allah swt berfirman :
وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ فَإِذَا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ بَيَّتَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا (81)} [النساء: 81]
Abdul Bakhtari ini juga orang yang berperan penting membatalkan embargo ekonomi 3 tahun Ummat Islam di kepung di Lembah / Syi’ib Abu Tholib dan mendukung Rasul saw. Jadi, kalau jaman ini, ada yang setuju dan giat melaksanakan dakwah, semua bakal dicatat Allah SWT. Allah dan Rasul-Nya jugalah yang akan membalas. Adapun orang lain yang komentar, kita tidak perlu ngurusin yang seperti itu karena semuanya sudah tercatan dan Allah yg akan memberikan keputusan dan balasannya.
Abdul Bakhtari juga tidak pernah mengganggu Rasul saw. Tidak pernah bikin komentar apa-apa yang bikin tidak seneng Rasulullah SAW. Juga yang ikut membatalkan embargo yang telah disebutkan di atas. Embargo ekonomi ini 3 tahun yakni Rasulullah SAW tidak boleh dagang, tidak boleh keluar, hanya tinggal di Syi’ib Abi Tholib, sampe makan daun-daunan di padang pasir. Bayangkan, di padang pasir makan daun apa?
Selain Abdul Bakhtari, ada juga Abbas bin Abdul Mutholib –yakni paman Rasul– yang tidak boleh dibunuh. Kemudian ada orang yang komentar, Abu Hudzaifah. Abu Hudzaifah berkata “Ya Rasulullah, apakah ayah kami, saudara keluarga kami dibunuh, kemudian kami tinggalin? Tidak, nanti kalau ketemu Abbas, kita penggal”. Kemudian omongan tersebut sampai kepada Rasulullah SAW. Berkatalah Rasul kepada Sayyidina Umar “Wahai Bapaknya Hafshoh, apakah wajahnya paman Rasululullah bakal diayunkan dengan pedang?”. Sayyidina Umar tahu bahwa Rasul tidak senang. Sayyidina Umar berkata “Ya Rasullullah, biarkan Abu Hudzaifah ini saya penggal aja. Dia sudah munafik”. Sayyidina Abu Hudzaifah ini berkata demikian, karena bapak, paman dan saudaranya terbunuh (Syaibah, Uthbah dan Walid) saat Perang Badar . Walid bin Uthbah ini adalah saudaranya. Sayyidina Abu Hudzaifah adalah anaknya Uthbah bin Syaibah bin Rabi’ah. Pada kisah diceritakan pada akhirnya Abdul Bakhtari terbunuh juga.

Pengantar Terbunuhnya Fir’aun Hadzihil Ummah (Fir’aunnya Umat Islam)

Fir’aun yang dimaksudkan di sini adalah Abu Jahal. Nanti juga disetiap jaman bakal ada penerusnya Abu Jahal. Rasul SAW berkata “Wafir’auni Asyaddu fir’auni wa musa: sedangkan Fir’aun saya lebih dahsyat lebih hebat dibandingkan dengan Fir’aunnya Musa”. Kok bisa? Padahal Abu Jahal tidak punya kerajaan. Tapi kenapa dibilang lebih dahsyat? Para ulama mengatakan hal tersebut karena Nabi Muhammad SAW lebih hebat dari Nabi Musa. Kalau musuhnya sama dengan Nabi Musa, maka tidak selevel. Jawabannya kedua yang lebih mendekati, yaitu karena Abu Jahal memiliki kekuatan/keparahan pada penyakit hatinya. Kalau Fir’aunnya Musa, ketika mau tenggelam dia mengaku beriman. Cuma tidak tahu, dia beriman kepada siapa. Di sinilah dikatakan penyebab Iman-nya Fir’aun tidak diterima, yakni karena nyawanya sudah ditenggorokan ketika mengaku beriman. Kemudian dia keliru membaca 2 kalimat syahadatnya. Ia tidak mengatakan nama Allah SWT tapi mengatakan bahwa ia percaya dengan Tuhan, yang Tuhan tersebut diimani oleh Bani Israil. Siapa Tuhannya? Kagak tau, yang dipenting yang diimani oleh Bani Israil. Nama Allah tidak sebutkan makanya tidak diterima. Kalau Abu Jahal, Fir’aun Hadzihil Ummah, di saat-saat kematiannya sama sekali tidak beriman.
Bagaimana peristiwa detik-detik kematian Abu Jahal Sang Fir’aun Umat Islam? Ikuti kelanjutan kisahnya dikesempatan yang akan datang.

Wallahu’alam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Scroll to Top